INSKA NEWS, Jakarta — Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri resmi meningkatkan status penanganan kasus dugaan pengoplosan beras ke tahap penyidikan. Langkah ini diambil setelah tim melakukan pengecekan lapangan serta pemeriksaan sejumlah saksi.
“Berdasarkan hasil penyelidikan, ditemukan dugaan tindak pidana. Dari hasil gelar perkara, statusnya ditingkatkan ke tahap penyidikan,” ungkap Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, dalam keterangannya, Rabu (23/7).
Berawal dari Investigasi Kementan
Kasus ini bermula dari surat Menteri Pertanian kepada Kapolri pada 26 Juni 2025 yang memaparkan hasil investigasi terkait mutu dan harga beras kategori premium dan medium di pasaran. Investigasi tersebut dilakukan pada 6–23 Juni 2025 di 10 provinsi, melibatkan 268 sampel dari 212 merek beras.
Barang bukti yang diamankan berasal dari sejumlah merek populer, seperti Setra Ramos, Setra Ramos Super, Fortune, Sovia, Sania, Resik, Setra Wangi, dan Beras Setra Pulen Alfamart. Produk-produk tersebut diproduksi oleh PT PIM, PT FS, dan Toko SY.
Temuan Mengejutkan: 85% Beras Premium Tak Sesuai Standar
Menurut Helfi, hasil pemeriksaan menunjukkan tingginya ketidaksesuaian standar pada beras premium, yakni
Mutu di bawah regulasi: 85,56%
Harga di atas HET: 59,78%
Berat kemasan di bawah standar: 21,66%
Sementara pada beras medium:
Mutu di bawah regulasi: 88,24%
Harga di atas HET: 95,12%
Berat kemasan di bawah standar: 90,63
“Potensi kerugian konsumen per tahun mencapai Rp99,35 triliun, dengan rincian Rp34,21 triliun untuk beras premium dan Rp65,14 triliun untuk beras medium,” jelasnya.
Jerat Hukum Berat Menanti
Penyidik menduga adanya pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pasal yang disangkakan antara lain:
UU No. 8 Tahun 1999 Pasal 62 Jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f
UU No. 8 Tahun 2010 Pasal 3, 4, dan 5 tentang TPPU
“Ancaman hukuman maksimal adalah 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar untuk pelanggaran UU Perlindungan Konsumen. Sementara untuk TPPU, ancaman pidana mencapai 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar,” tegas Helfi.
(Atril)
Sumber : Rilis