Keluarga Padepokan dan Mimpi Besar untuk Indonesia Emas 2045

INSKA NEWS

INSKA NEWS,Probolinggo — Di balik sorotan tajam dan opini publik yang tak selalu ramah, Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo tetap tegak berdiri. Diterpa angin fitnah, hujan prasangka, dan badai pemberitaan negatif, padepokan ini memilih untuk tidak membalas dengan amarah. Sebaliknya, mereka membalas dengan karya, senyum, dan pengabdian. Dan salah satu suara muda yang konsisten menyuarakan semangat itu adalah Daeng Uci, tokoh muda yang kini menjadi bagian dari motor penggerak sosial di Padepokan Dimas Kanjeng.

“Semua orang boleh menilai, tapi izinkan kami terus berkarya,” ucap Keluarga padepokan dengan nada tenang namun penuh keyakinan saat ditemui di sela kegiatan sosial di lingkungan padepokan, akhir pekan lalu.

Tak banyak yang tahu bahwa Padepokan Dimas Kanjeng memiliki sebuah visi besar: ikut berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Sebuah cita-cita kolektif bangsa menyongsong usia 100 tahun kemerdekaan Indonesia yang ingin dicapai dengan bonus demografi, kemajuan teknologi, dan karakter unggul generasi muda.

“Goal setting kami jelas: Indonesia Emas 2045. Kami ingin ambil bagian dalam proses besar itu, bukan sebagai aktor utama, tapi sebagai pelengkap. Menjadi bagian kecil yang berdampak,” terangnya

Bentuk kontribusinya pun nyata. Padepokan secara rutin menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan, mulai dari pembagian sembako, pelayanan kesehatan, hingga pelatihan keterampilan bagi warga sekitar. Bahkan, secara perlahan namun konsisten, padepokan ini membuka lapangan pekerjaan dan memberdayakan masyarakat di sekitarnya.

“Kami bukan lembaga pendidikan formal, bukan pula pesantren. Tapi kami belajar, kami berproses, dan kami bergerak,” tambahnya menegaskan bahwa Padepokan Dimas Kanjeng adalah ruang pengabdian, bukan tempat doktrinasi.

Tidak Menuntut Sanjungan, Hanya Ingin Keadilan

Menjadi bagian dari padepokan ini bukan perkara mencari nama atau pengakuan. Ia bergabung karena merasakan energi positif dari tempat yang selama ini lebih banyak dikenal lewat pemberitaan kontroversial ketimbang prestasi sosialnya.

“Jujur, kami tidak menuntut untuk disanjung. Kami hanya ingin dinilai apa adanya. Jangan melihat hanya satu sisi gelapnya saja, kalau memang itu ada, tapi lihat juga terang yang kami upayakan,” kata pria asal Sulawesi Selatan ini.

Dirinya tidak menampik bahwa sejarah Padepokan Dimas Kanjeng tidak selalu mulus. Ia bahkan menyebut bahwa kritik dan sorotan dari media adalah hal yang wajar. Namun, yang ia sayangkan adalah ketika media hanya terpaku pada sisi kontroversi, tanpa menengok apa yang sebenarnya terjadi hari ini.

“Padepokan ini tidak eksklusif, siapa saja boleh datang. Tidak ada yang ditutupi. Masjid kami terbuka, azan berkumandang lima waktu, kegiatan keagamaan berjalan normal. Tapi yang lebih penting, kegiatan sosial juga jalan. Dan itu layak diberitakan,” tegasnya.

Padepokan Dimas Kanjeng hari ini tidak membangun tembok tinggi untuk membatasi dunia luar. Mereka justru membuka pintu lebar-lebar. Banyak relawan, tokoh masyarakat, bahkan akademisi yang secara diam-diam datang dan melihat langsung. Beberapa pulang dengan persepsi yang berubah.

“Kadang orang hanya tahu dari media, padahal belum pernah ke sini. Begitu datang, mereka bilang: ‘oh ternyata begini ya, saya pikir beda’,” ujarnya sambil tersenyum.

Menurutnya, stigma yang selama ini melekat pada Padepokan Dimas Kanjeng perlahan bisa diurai lewat pendekatan terbuka dan transparan. Ia bahkan mengundang media untuk datang dan meliput apa adanya, tanpa framing.

“Kami tidak perlu liputan manis-manis. Tapi kalau bisa, adil dan utuh. Itu saja sudah cukup,” katanya.

Ia mengibaratkan padepokan seperti cahaya di tengah gelapnya kecurigaan. “Kami bukan pelita yang paling terang. Tapi kami berusaha menjadi cahaya kecil yang tidak padam. Selama niat kami baik, kami akan terus menyala.”

Salah satu kontribusi nyata Padepokan Dimas Kanjeng adalah membuka lapangan kerja alternatif, terutama bagi masyarakat sekitar yang terdampak ekonomi pasca pandemi. Banyak warga yang sebelumnya menganggur, kini memiliki penghasilan dengan menjadi bagian dari unit usaha padepokan.

“Kami punya unit produksi, kerajinan tangan, pertanian, bahkan logistik. Kami ajarkan keterampilan, kami fasilitasi alat. Hasilnya bisa dijual, mereka bisa mandiri,” terangnya

Bagi generasi muda, padepokan ini juga menyediakan ruang eksplorasi dan pengembangan diri. Ada pelatihan teknologi informasi, workshop kewirausahaan, hingga komunitas kreatif. Semua dikelola secara mandiri oleh pemuda-pemudi padepokan.

“Kami tidak pernah menutup diri dari ide baru. Justru kami belajar dari siapa pun. Termasuk dari para wartawan muda seperti Anda,” katanya, sambil menepuk pundak wartawan yang mewawancarainya.

Keluarga mengaku tidak takut dengan cibiran atau sindiran. Ia bahkan menganggap itu sebagai ujian. Yang terpenting, menurutnya, adalah bagaimana terus menjaga niat dan konsistensi dalam berkarya.

“Apa pun yang terjadi, kami akan tetap berbuat baik. Tidak ada yang bisa menghentikan niat tulus. Karena kebaikan itu bukan untuk dipuji, tapi untuk dirasakan,” tuturnya.

Ia mengajak masyarakat untuk tidak cepat menghakimi, dan media untuk lebih arif dalam menyampaikan informasi. “Saya percaya, kekuatan media sangat besar. Maka gunakanlah untuk mencerdaskan, bukan membakar.”

Padepokan Dimas Kanjeng mungkin masih akan terus menuai kontroversi. Tapi di balik itu, ada segelintir orang yang tetap bekerja dalam diam. Ada kebaikan yang tidak selalu terekam kamera, dan ada harapan yang disemai dalam senyap.

Keluarga dengan segala kesederhanaannya, adalah salah satu wajah muda dari padepokan itu. Suaranya mewakili generasi yang tak ingin terjebak masa lalu, tapi menatap masa depan dengan kerja nyata.

“Kami tidak ingin menjadi besar. Kami hanya ingin bermanfaat,” ujarnya lirih, namun mantap.

Dan mungkin, itulah yang sebenarnya dibutuhkan Indonesia hari ini: lebih banyak orang yang memilih untuk tetap berkarya dalam diam, meski diterpa badai, demi satu mimpi bersama—Indonesia yang lebih adil, damai, dan gemilang di tahun 2045.(mmn)

Also Read

Tags

Ads - Before Footer