INSKA NEWS, Jakarta, 14 Maret 2025 – Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA) mendesak adanya revisi dan kejelasan hukum terkait Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). KLaSIKA menilai bahwa ketentuan tersebut berpotensi menghambat kebebasan berekspresi dan perkembangan kreativitas para insan musik di Indonesia.
Pengujian konstitusional terhadap pasal-pasal tersebut telah diajukan oleh enam warga negara Indonesia yang merupakan bagian dari insan musik. Mereka berpendapat bahwa aturan tersebut membatasi hak berekspresi dan hak masyarakat untuk menikmati lagu-lagu yang mereka bawakan.
Ketua Tim Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA), Fredrik J. Pinakunary, menyampaikan bahwa aturan ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang merugikan para insan musik.
“Para musisi, melalui penyelenggara acara yang selama ini membayar royalti dengan itikad baik melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)/Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau langsung kepada pencipta, kini terancam pidana jika tidak memperoleh izin terlebih dahulu dari pencipta.
Ini tidak hanya menghambat kreativitas mereka, tetapi juga merugikan masyarakat yang ingin menikmati musik yang mereka bawakan,” ungkap Fredrik.
Kebebasan Berkarya yang Terancam
Para pemohon yang mengajukan pengujian ini dikenal sering membawakan lagu-lagu populer, baik dari musisi Barat seperti The Beatles dan Everly Brothers, maupun lagu-lagu lawas Indonesia seperti Panbers, Farid Hardja, dan D’Mercy’s. Mereka berpendapat bahwa permintaan publik agar mereka menyanyikan lagu-lagu tersebut merupakan bagian penting dari karier mereka sebagai musisi.
“Hak berekspresi dan hak untuk mencari nafkah tidak boleh dibatasi oleh aturan yang tidak memberikan kepastian hukum. Insan musik yang berusaha menghargai hak pencipta dengan membayar royalti seharusnya tidak diancam dengan hukuman pidana hanya karena belum mendapatkan izin langsung dari pencipta,” tambah Fredrik.
KLaSIKA Menyerukan Keadilan dan Kepastian Hukum
KLaSIKA menegaskan bahwa keadilan harus berlaku bagi semua pihak. Menurut Fredrik, “Keadilan tidak hanya milik seniman besar atau pencipta ternama, tetapi juga bagi musisi yang melakukan pertunjukan dengan itikad baik.”
Fredrik juga menambahkan bahwa ketentuan ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan karena pencipta dapat secara sepihak melarang musisi membawakan lagu tertentu atau membebankan biaya yang tidak masuk akal sebagai syarat untuk memperoleh izin.
“Tidak boleh ada diskriminasi antara artis lapisan atas dengan insan musik lainnya. Setiap musisi memiliki hak yang sama untuk berkarya dan menghibur masyarakat,” tegas Fredrik.
KLaSIKA berharap Mahkamah Konstitusi dapat memberikan putusan yang adil, sehingga insan musik Indonesia dapat terus berkarya tanpa rasa takut dan dalam kepastian hukum yang jelas. (mmn)