Becak di Era Modern Kian Tergerus, Sekarang Disisihkan Zaman

INSKA NEWS

INSKA NEWS, Karawang – Di era tahun 2000an 2000-an, becak pernah menjadi salah satu moda transportasi yang digandrungi di Kota Karawang. Namun kini, seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, moda transportasi roda tiga yang sebetulnya bebas polusi dan ramah lingkungan ini, kini mulai ditinggalkan peminatnya.Perlahan tapi pasti, kendaraan becak mulai tersisih dari gelanggang. Seiring perkembangan kemajuan teknologi transportasi saat ini, sebut saja misalnya ojek online dan angkutan kota (angkot) yang lebih mendominasi.

Becak tidak lagi mampu bersaing dengan moda transportasi lain, zaman keemasan becak pun mulai memudar seiring perkembangan zaman, dan becak pun sepi peminat.

Omin (63), salah seorang pengayuh becak yang mangkal di Jalan Raya Proklamasi, tepatnya di depan Terminal Tanjung Pura, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, saat diwawancarai, Senin (5/5/2025), menceritakan, bahwa pada tahun 2000-an, becak mendominasi transportasi di Karawang. Saat itu menjadi salah satu era kejayaan bagi para penarik becak di Karawang.

“Tahun 2000-an itu becak di Karawang banyak sekali,” cerita Omin, yang sejak tahun ’93 sudah menjadi penarik becak.

Di tahun 2000-an itu, Omin menuturkan, dalam sehari bisa menghasilkan uang Rp40.000 hingga Rp50.000. Tarif becak terdekat pada waktu itu masih Rp1.000.

“Zaman itu kan uang Rp40.000 gede,” kenang Omin.

“Sekarang ini susah. Untuk dapat 15 saja dalam sehari sangat susah,” keluhnya.

“Keluar saja kita jam 5 subuh sampai jam segini nih, jam 11 siang, baru dapat 10.000. Kalau begini mana cukup,” ujar Omin sambil memperlihatkan hasil yang didapat di kantong baju kaosnya.

Omin mengatakan berangkat narik becak jam 5.00 WIB hingga jam 17.00 WIB.

“Kita berangkat jam 5 subuh, pulang dulu ke rumah, nanti jam 2 siang kita berangkat lagi sampai jam 5 sore, dapat atau tidak kita pulang,” ujar Omin.

Meskipun sepi penumpang, ia mengaku tetap akan menjalankan profesi yang sudah digelutinya sejak lama.

Dari hasil mengayuh pedal becak, Omin bisa menyekolahkan anak dan menghidupi keluarga.

“Anak saya masih pesantren, masih punya tanggungan,” ujar Omin dengan dialog khas Sundanya.

“Saya punya anak dua, yang satu lagi sudah menikah,” tambahnya.

Senada dengan Omin, pengayuh becak lainnya, Mang Aja (63), saat ditemui INSKANEWS (5/5/2025) di tempat yang sama, mengungkapkan hal serupa.

“Dulu zaman saya narik, itu satu hari saya bisa dapat 50 ribu, tapi sekarang ini sangat susah, kadang sehari tidak ada sama sekali,” kata dia.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Mang Aja mencari tambahan, yaitu berprofesi sebagai tukang kebersihan di kontrakan tidak jauh dari tempatnya mangkal.

“Iya gimana lagi, ngabecak saya cuma satu jam, sudah tidak kuat panas, karena tidak cukup. Saya nyambi jadi tukang sampah, upahnya 600 ribu sebulan,” ungkapnya.

Meski penumpang sepi, namun ia memilih tetap melakoni pekerjaan penarik becak. “Walaupun sepi, rejeki itu selalu ada,” ujarnya.

Sebagai penarik becak, dirinya juga berhasil menyekolahkan anak-anak dan menghidupi keluarga.

Saat ini, jumlah becak di Kota Karawang terbilang langka, bisa dihitung dengan jari. Sangat jauh berkurang dibanding kisaran tahun 2000-an, saat masa kejayaan para penarik becak.

Hanya beberapa penarik becak yang tetap bertahan, yang lain sudah banting setir, beralih ke profesi lain.

Penarik becak yang bertahan berharap masih ada penumpang yang memanfaatkan jasanya.

(Peliput: Rifa Hendri)

Also Read

Tags