Kayu Gelondongan Menumpuk Pascabanjir Aceh Utara, Seruan Investigasi Menguat

INSKA NEWS

INSKA NEWS, Aceh Utara, Desember 2025 — Pascabanjir bandang yang melanda Aceh Utara pada 26 November 2025, pemandangan tak biasa muncul di sepanjang aliran Sungai Arakundo. Tumpukan kayu gelondongan dengan berbagai ukuran—sebagian berdiameter besar dan tampak sebagai kayu olahan—mengapung serta menumpuk di sejumlah titik sungai. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar terkait asal-usul kayu tersebut dan dugaan adanya aktivitas ilegal di kawasan hulu.

Kayu yang terseret arus bukan sekadar ranting atau pohon tumbang yang lazim terbawa banjir. Beberapa batang terlihat memiliki bekas potongan rapi, memunculkan dugaan adanya praktik pembalakan liar. Warga menyebut keberadaan tumpukan kayu tersebut sebagai “bom waktu” yang berpotensi memperparah banjir susulan apabila tidak segera ditangani.

Banjir bandang yang terjadi pada 26 November lalu merusak puluhan rumah warga di sepanjang bantaran Sungai Arakundo. Hingga kini, sejumlah keluarga masih bertahan di pos pengungsian, sementara lainnya berupaya membersihkan lumpur dan material yang menutupi rumah mereka. Di tengah upaya pemulihan itulah, tumpukan kayu gelondongan ditemukan tidak jauh dari permukiman.

Warga Mencium Kejanggalan

“Ini bukan kayu biasa. Banyak yang terpotong rapi seperti dari lokasi pembalakan. Kami khawatir aktivitas ilegal di hulu jadi penyebab banjir makin parah,” ujar Sulaiman, warga yang rumahnya terdampak banjir. Menurutnya, selama bertahun-tahun tinggal di wilayah itu, baru kali ini ia melihat jumlah kayu sebanyak ini terbawa arus.

Kekhawatiran warga bukan tanpa dasar. Sungai Arakundo mengalir melewati kawasan hutan yang selama ini dikenal rawan praktik pembalakan liar. Meski operasi penindakan sering diumumkan, aktivitas tersebut kerap muncul kembali di lapangan.

Pengamat Lingkungan: Investigasi Tidak Bisa Ditunda

Pengamat lingkungan Aceh, Darwin Husen, menegaskan bahwa temuan kayu gelondongan dalam jumlah besar setelah banjir merupakan indikasi kuat adanya aktivitas mencurigakan di wilayah hulu yang harus segera diusut.

“Jika kayu-kayu itu benar berasal dari pembalakan liar, ini alarm keras bahwa ekosistem hutan Aceh Utara semakin rapuh. Kerusakan hutan memperbesar risiko banjir bandang karena penahan alami tidak lagi berfungsi,” ujarnya.

Darwin meminta pemerintah daerah, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS), serta aparat penegak hukum untuk turun langsung melakukan investigasi menyeluruh. Menurutnya, persoalan ini bukan sekadar kerugian materi, melainkan menyangkut keselamatan warga pada masa mendatang.

Pemerintah Didesak Bertindak Cepat

Sejumlah organisasi masyarakat sipil turut mendesak pemerintah memberikan penjelasan resmi serta mengusut asal-usul kayu tersebut. Mereka menilai penindakan tegas diperlukan untuk mencegah tragedi serupa terulang.

Selain investigasi, tumpukan kayu yang masih memenuhi lintasan sungai diminta segera dievakuasi. Jika dibiarkan, material kayu dapat menghambat aliran air dan memperparah risiko banjir ketika curah hujan meningkat.

Harapan Warga di Tengah Pemulihan

Meski masih diliputi kecemasan, warga berharap pemerintah menjadikan peristiwa ini sebagai momentum memperketat pengawasan hutan dan aliran sungai.

“Kami sudah lelah menjadi korban,” kata Sulaiman lirih. “Kalau hutan dirusak terus, siapa yang menjamin kami aman pada musim hujan berikutnya

Kini, Sungai Arakundo bukan hanya menjadi bukti kedahsyatan banjir bandang yang terjadi, tetapi juga simbol tuntutan warga terhadap transparansi, penegakan hukum, dan perlindungan lingkungan. Mengusut asal-usul kayu gelondongan tersebut menjadi langkah penting untuk mencegah bencana berulang dan memastikan hutan Aceh tidak terus menjadi korban eksploitasi.

Also Read

Tags