INSKA NEWS, Jakarta – Beragam tradisi unik mewarnai perayaan Idul Fitri di Indonesia, salah satunya adalah tradisi Lebaran Betawi Antar Kampung yang digelar di Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat. Selain dikenal dengan lebaran Syawal dan lebaran ketupat, tradisi ini menjadi ciri khas masyarakat Betawi di kawasan tersebut.
Pada umumnya, perayaan Lebaran di Indonesia diwarnai dengan silaturahmi antar keluarga dan kerabat. Namun, yang membedakan Lebaran Betawi Antar Kampung di Duri Kosambi adalah kegiatan saling mengunjungi yang berlangsung sejak tanggal 1 hingga 7 Syawal.
Pelaksanaan tradisi ini berlangsung dengan meriah, melibatkan warga Betawi di Duri Kosambi dan sekitarnya. Lebaran Antar Kampung ini telah berlangsung turun-temurun dan masih dilestarikan hingga kini.
Menurut Muhammad Ichwan Ridwan, yang lebih dikenal dengan sebutan Bang Boim, seorang tokoh muda Betawi yang aktif di berbagai organisasi kebetawian, seperti Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi dan Bamus Betawi, tradisi ini mengandung banyak nilai, baik dari segi agama, filosofi, sosial, maupun budaya. “Silaturahmi sangat penting untuk mempererat hubungan keluarga dan kerabat, serta mengenalkan tradisi kepada anak, cucu, dan cicit, khususnya generasi muda,” ujarnya.
Ia menambahkan, menjaga dan melestarikan tradisi budaya berarti menghidupkan warisan nenek moyang agar tidak punah. Kegiatan saling mengunjungi antar kampung seperti Kampung Pondok Sambi yang mengunjungi Kampung Gunung, Pondok Randu, dan seterusnya, menjadi contoh nyata dari upaya tersebut.
Hal senada juga disampaikan oleh Fachry, Ketua Dewan Kota Jakarta Barat dari Cengkareng. Fachry mengaku sangat bangga menjadi warga Pondok Sambi yang memiliki tradisi seperti ini, karena tidak semua wilayah Betawi memiliki tradisi serupa.
“Saya berharap pemerintah bisa memberikan perhatian lebih dan mendaftarkan tradisi Lebaran Antar Kampung ini sebagai warisan budaya tak benda (WBTB),” ujarnya.
Fachry, yang biasa disapa Baba dan merupakan pemilik Kedai Kopi Baba, mengungkapkan bahwa dirinya telah melestarikan tradisi ini sejak kecil, bahkan sejak orang tuanya masih anak-anak. Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun dan tetap dilaksanakan dengan cara yang alami.
“Selain keluarga inti, kami juga mengunjungi kerabat jauh. Lebaran menjadi momentum untuk mempererat tali silaturahmi dengan semua keluarga,” kata Fachry.
Namun, ia juga menekankan pentingnya mengikuti jadwal yang telah ditentukan. “Kami harus mengikuti jadwal yang sudah ada, karena jika tidak, kami mungkin tidak akan bertemu dengan orang yang kami kunjungi,” tambahnya.
Tradisi Lebaran Antar Kampung dimulai pada hari kedua setelah Idul Fitri, dengan jadwal yang telah ditentukan.
Pada hari kedua, Kampung Tanah Koja di Kelurahan Duri Kosambi akan menerima kunjungan.
Hari ketiga, giliran Kampung Pondok Sambi yang dikunjungi, diikuti dengan Kampung Gunung, Pondok Randu, dan Kampung Bojong pada hari keempat.
Hari kelima, Kampung Rawa Buaya, Kampung Cengkareng, dan Kapuk (Kalideres) menjadi tuan rumah.
Hari keenam, masyarakat mengunjungi Kampung Cantiga, Kampung Gondrong, Kampung Pondok Bahar, Semanan, dan Cipondoh (Tangerang).
Pada hari ketujuh, kunjungan dilakukan kepada keluarga atau kerabat yang belum terjangkau atau yang tinggal lebih jauh di luar Cengkareng-Kalideres, seperti Kebon Jeruk, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, bahkan luar kota seperti Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor.
(A.S.)